Prospek Usaha Kafe Menurut Niam Muiz

Inspirator bisnis Niam Muiz menjelaskan bagaimana prospek usaha kafe dan beragam hal yang terkait. Salah satu hal yang menarik, menurut Niam Muiz, yang harus dijadikan andalan dalam bisnis kafe adalah suasana, bukan menu yang disajikan. Berikut ulasan lengkapnya yang ditulis dalam Majalah Elshinta.

Prospek Usaha Kafe

Bagaimana prospek usaha kafe (peluangnya)?

Sejalan dengan gaya hidup clubbing para eksekutif muda dan anak muda non eksekutif, kafe mendapat tempat dalam kebiasaan kehidupan di perkotaan. Semakin besar suatu kota, semakin jauh jarak antara tempat kerja, tempat kuliah dan ruang aktivitas harian dengan kediaman/perumahan, maka kafe menjadi “halte” tempat bertemu, melepas hasrat gaul dan/atau sekadar menikmati kehidupan sosial sekalian mencicipi minum dan makan kecil.

Dari sisi prospek dapat dikatakan peluangnya menggiurkan. Pertama, selama lokasinya pas di antara perjalanan kantor rumah, maka kafe cukup digandrungi. Ruang tidak usah terlalu besar, asal nyaman untuk kongkow. Keterampilan menyediakan sajian pun terbilang sederhana dibanding restoran. Cukup bisa meramu kopi, dan menyediakan jenis minuman dengan nama menarik, jadilah daya tarik komplementer bagi sebuah kafe. Sekali lagi, asal desain ruangan, kursi dan bar/meja minum sedemikian rupa melayani keintiman obrolan tamu-tamu kafe tersebut.

Dari sisi financial, dapat dikatakan kompleksitas biaya harian menjadi tidak demikian tinggi dengan risiko yang masih dapat di-besok-kan bahan bakunya karena sifat penyajian tinggal kocek, blend atau mix saja.

Sedangkan secara segmentasi, pasar yang ingin disedot oleh sebuah kafe dapat lebih spesifik segmentasinya. Ada kafe yang menyediakan meja billiard untuk jenis konsumen gandrung bola sodok. Ada kafe (dan ini kebanyakan) yang spesialis kopi, teh, atau jenis makanan khas. Bisa juga kafe yang menonjolkan menu kedaerahan, modifikasi dari warung (seperti jenis “angkringan” namun ada di sisi mall). Jadi amat segmentatif sesuai karakter konsumen yang hendak dijaring.

Untuk memulainya, kira-kira apa yang harus dipersiapkan?

Nah, yang rumit adalah merencanakan sasaran segmentasinya yang harus sesuai dengan pasar yang menggandrunginya. Ibarat lapo tuak bagi masyarakat Batak, betulkah secara lokasi dan sajian memang dekat dengan etnik yang hendak dimagnet-i oleh kafe lapo tersebut. Jadi survey dan riset serta observasi lainnya harus spesiik sekali.

Kafe kopi luwak seyogyanya dibuka berdasarkan survey mendalam bahwa terdapat pasar penyuka kopi luwak di sekitarnya. Terlihat sekali di beberapa airport terdapat kafe yang diasumsikan akan disukai segmen pasar tertentu, namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan tipe pasar di airport yang umumnya terburu-buru, sehingga walaupun menunya digandrungi namun tidak cocok untuk hadir di lokasi airport yang sangat sempit waktu.

Salah satu persiapan membuka sebuah kafe adalah kesiapan untuk leksibel menambah daya tarik baik menu maupun desain di saat perjalanan kafe tersebut telah dibuka. Format perencanaan kafe tidaklah sama dengan restoran yang dari awal buka akan menyediakan menu dan layanan yang sudah baku.

Kafe harus bisa menambah dan mengurangi, menyesuaikan dengan hasil penjaringan konsumen. Ada sebuah kafe kopi yang ternyata didatangi oleh banyak konsumen yang membutuhkan breakfast sederhana. Maka di salah satu sudut kafe tersebut ada layanan “bacang hangat” yang sebelumnya tidak ada, dan ternyata hal ini efektif menambah pelanggan. Begitu contohnya

Artinya plan A yang dibuat harus disertai plan A plus, tapi jangan berakibat bergeser jadi plan B karena hal itu berarti perubahan mendasar yang mengakibatkan biaya perubahan signifikan.

Bagaimana dengan permodalan?

Permodalan kafe cukup sensitif dan berisiko. Jangan lupa entry barrier membuka kafe itu rendah, artinya siapapun bisa membuka kafe. Semakin strategis lokasi yang Anda pilih, semakin pengusaha lain pun gandrung membuka kafe di lokasi yang sama.

Dari segi kompetisi sangat ketat. Sementara untuk menyediakan seluruh peralatan kafe, khususnya dari sisi peralatan di meja dan di dapur, bukan biaya sederhana. Dan jika setelah membeli peralatan tersebut (dari oven sampai coffee maker) ternyata kafe Anda tidak sukses, maka melelang peralatan tersebut akan jatuh harga barang sekennya.

Untuk menjaga permodalan, jelas bahwa kafe dibuka oleh pengusaha menengah, bukan UKM bawah. Disisi lain, pemilik modal kafe harus seseorang yang menyukai desain interior karena biaya interior akan cukup mahal jika dikerjakan oleh konsultan, padahal interior menjadi satu dari tiga kunci sukses sebuah kafe & dua lainnya adalah thema atau kekhasan layanan kafe, dan kedua lokasi yang bisa dijangkau antara kantor/kampus – rumah).

Dalam konteks risiko diatas, disarankan semakin peralatan kafe lebih sederhana (pemanas, kulkas dan coffee maker) semakin baik kesanggupan modal kafe disesuaikan, dialih thema, atau dimodiikasi. Permodalan yang dialokasikan pada peralatan yang leksibel ini digarisbawahi karena kebanyakan kafe didirikan tanpa survey mendalam sehingga kemelesetan antara sajian/thema dengan kegandrungan pasar hampir kerap terjadi pada 5 dari 7 kafe yang dibuka.

Terkait lokasi, seberapa besar pengaruhnya terhadap kelangsungan usaha di masa depan?

Yesss, kebangkrutan kafe ditentukan oleh pas tidaknya antara sajian dengan kebutuhan khas pelanggan yang beredar sekitar lokasi kafe. Kafe di rest area jalan tol, misalnya, tetap harus menyajikan hal super instan, karena hanya beberapa rest area saja yang akan digunakan untuk kongkow-kongkow. Sedangkan rest area umumnya hanya untuk beberapa menit melepas lelah, sehingga sajian kopi dan penganan sederhana menjadi karakteristik utamanya.

Sisi mempertahankan masa depan kafe juga ditentukan oleh ketatnya persaingan dengan kafe-kafe baru yang bisa saja bermunculan di sekitar kafe Anda. Oleh karena itu, jenis layanan menjadi kunci yang membentengi memelihara konsumen. Sekali lagi, semakin khas sebuah kafe sekaligus semakin selalu tersedia tambahan sajian secara periodik, akan membuat pelanggan kafe tidak bosan dan bertahan mengunjungi kafe Anda.

Cara terbaik dalam memasarkan usaha?

Cara memasarkan kafe adalah melalui komunitas. Jika ada komunitas ibu muda berkumpul untuk arisan disana, atau misalnya ada group pesepeda santai yang mengambil jeda istirahat di kafe Anda, maka hampir pasti kafe Anda akan segera digandrungi.

Tidak ada promosi kafe lebih efektif lebih dari mengalami sendiri sajian kafe tersebut. Contoh konkrit saja, kota yang sudah sangat strict dengan aturan merokok, maka perokok akan datang ke kafe tersebut dalam rangka men-cek apakah smoking area di kafe tersebut difasilitasi dengan baik. Jika kafe Anda hanya menyediakan “kurungan perokok” seperti di airport internasional saja, ditanggung perokok tidak akan datang lagi. Begitulah sensitivitas pemasaran secara pengalaman.

Tips produk-produk yang baik dan disukai konsumen?

Karena segmentasi yang menjadi ciri identitas sekaligus kekhasan pelayanan suatu kafe, tidak ada tips khusus mengenai produk yang baik dan disukai. Ya tergantung pada tujuan Anda menjadikan kafe Anda untuk menjaring siapa. Ada kafe khusus pengisap Vape (rokok elektronik), tampaknya sangat khas.

Namun sedemikian spesifiknya pelanggan yang hendak dijaring, padahal sebaran pemakai rokok elektrik berada di berbagai lokasi maka harus ada trik daya tarik lain di luar urusan Vape untuk menjaring pelanggan. Itulah yang membuat produk yang disajikan harus sejalan dengan pelanggan yang datang, bukan sekadar pelanggan yang disasar.

Seiring dengan massifnya persaingan usaha, cara apa yang bisa dilakukan dalam kaitannya dengan meningkatkan penjualan?

Sebagaimana sebagian sudah dibahas, sekadar ada kafe baru buka di belokan jalan, sebuah kafe sudah bisa “goyang” jika ikatan antara pelanggan dan sajian serta suasana kafe tidak terikat dengan baik. Ada kafe yang banyak didatangi oleh penggandrung “standing comedy”, pada jam tertentu ada comedian yang manggung di pojok kafe yang sempit itu.

Ini adalah trik ikatan kafe dengan pelanggannya. Anda mau bikin kafe selebrity?! Bisa saja, datangkan satu seleb setiap weekend, dan “iguran” setiap hari, maka itu adalah ikatan pelanggan dengan kafe tersebut.

Jadi persaingan usaha hanya bisa dilawan secara positif oleh ikatan tersebut. Bisa saja ikatan tersebut berasal dari para waiter-nya, yang pandai mengajak ngobrol atau membuat suasana segar di kafe tersebut. Yang jelas Anda harus secara nyata dan spesifik menciptakan suasana yang mengikat, bukan sekadar “benda mati” yang jadi daya tariknya.

Ada sebuah kafe khusus sajian teh dari negeri tertentu. Tampaknya sangat menarik pelanggan penyuka teh dari negeri itu. Namun pada kenyataannya kafe tersebut tidak sukses, mengapa ?! Karena suasana teh yang disajikan belum cukup mengikat pelanggan.

Hal ini terkait pada akhirnya dengan upaya peningkatan penjualan ketika terjadi penurunan atau tidak sesuai target penjualan. Masalahnya jika sudah menurun, Anda di satu sisi harus mengubah atau menambah sajian dan komponen lainnya, dan di sisi lain perlu kembali menggencarkan promosi atas perubahan tersebut.

Kedua langkah perbaikan tersebut kadang tidak sinkron, perubahannya sudah bagus namun pasar dan pelanggan belum tahu, maka hasilnya tetap jumlah kedatangan pelanggan masih sedikit. Sebaliknya, dengan promosi gencar ada pelanggan yang bertambah kedatangannya tapi ternyata si perubahan itu belum benar-benar mengubah situasi kafe. Kecewa juga sang pelanggan.

Jadi, sebaiknya kafe dibangun dengan situasi dan sajian yang solid dan perfect untuk kalangan pelanggan tertentu. Harus ada manajer kafe yang mengevaluasi dari hari ke hari, dan mengambil tindakan sebelum kafe tersebut menyurut.

Di Bali, sebuah kafe memberhentikan manajer kafenya karena anggaran tidak memadai dan mereka harus menyesuaikan dengan pendapatan. Tapi tanpa manajer kafe yang mengevaluasi tiap hari justru pendapatan akan makin menurun.

Yang perlu juga diketahui pada banyak kafe ciri utama pelayanan adalah personalizing, konsumen atau pelanggan dikenal, karena lebih dari 40 % pelanggan kafe adalah mereka yang mengulang kedatangannya. Dengan demikian kompetensi pengelola kafe, sampai para waiternya, harus jeli melihat pelanggan utama yang sudah biasa datang. Jika kalangan ini disamakan dengan pelanggan baru, kafe tersebut tidak menciptakan komunitas pelanggan setia.

Banyak pula pelaku usaha kuliner (kafe) yang kemudian gagal. Nah, kira-kira apa kesalahan yang mereka perbuat?

Kesalahan pertama kafe gagal umumnya terlalu percaya pada sajian. Padahal sajian bukan andalan kafe. Suasanalah andalan kafe. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesuksesan kafe bergantung pada jenis pelanggan yang datang, tapi sebaliknya untuk menjaring pelanggan yang “setara dan sejenis” sang kafe harus diakui oleh kalangan tersebut alias harus sukses dulu.

Kesalahan kedua, tidak sejak awal menciptakan suasana yang solid dan matang untuk jenis pelanggan tertentu dan dalam periode promosi harus mengundang (benar-benar mengundang secara resmi) kalangan tersebut. Lantaran, sekali lagi merekalah yang membangun citra kafe tersebut.

Kesalahan ketiga, kafe dievaluasi berdasarkan pemasukan uangnya. Jika di awal pemasukan bagus tidak berarti semua sudah berjalan mulus karena siapa tahu yang datang ke kafe tersebut barulah mereka yang mengetes, dan kecewa dan tidak kembali lagi. Evaluasi kafe harus berkelanjutan. Tanpa evaluasi harian, kafe seperti ditunggu gagal, setelah mulai merosot baru dimodiikasi.

Urgensi promosi online? Oleh sebab karakter bisnis yang demikian, maka promosi online adalah agar mengundang pelanggan baru, namun mempertahankan pelanggan secara online saja tidak bisa dilakukan. Jika kafe berturut-turut hanya didatangi pelanggan baru, maka relatif kafe tersebut sudah tidak sukses. Sekali lagi, lantaran berarti tidak tersedia pelanggan setia.

Namun di sisi lain, pola promosi online yang menunjukkan karakter kafe tersebut diperlukan agar kalangan yang menurut perencanaan memang diharapkan datang bisa mengenalinya sekalipun belum datang ke kafe tersebut. Dengan demikian pola promosi online harus menonjolkan karakter kafe tersebut. Satu-satunya kelemahan promosi online adalah sifatnya yang – karena berjalan dan hanya “dibaca” secara berjarak/virtual, maka sifatnya kurang personalized, padahal kafe itu justru bisnis personalizing.

Sumber: Majalah ElShinta

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *